Santri Dayah Athiyah dan Cahaya Peradaban Islam dari Seulawah

Santri Dayah Athiyah dan Cahaya Peradaban Islam dari Seulawah

tentang dayah
tentang dayah

Bagikan

Table of Contents

Santri, Penjaga Cahaya Zaman

Di tengah derasnya arus modernisasi dan derasnya arus informasi, santri Dayah Athiyah hadir sebagai lentera yang tak pernah padam. Dari bilik-bilik dayah yang sejuk di kaki Seulawah, cahaya ilmu dan iman terus memancar, menuntun umat agar tidak kehilangan arah di tengah perubahan zaman.

Santri bukan hanya penuntut ilmu; mereka adalah garda terdepan penjaga nilai-nilai wahyu, pewaris ilmu para ulama, dan pembawa misi Rasulullah ﷺ untuk menebar rahmat bagi semesta alam.

Allah Swt. berfirman:

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujādalah: 11)

Ayat ini menjadi dasar langkah santri: menuntut ilmu bukan demi kemegahan, melainkan demi kemuliaan. Sebab, ilmu yang disertai iman akan melahirkan cahaya peradaban Islam yang menuntun manusia menuju kehidupan yang beradab dan penuh keberkahan.

Santri sejati adalah pelanjut peradaban ilmu. Mereka menghidupkan tradisi membaca, menulis, berdiskusi, dan berpikir kritis dalam bingkai iman. Di tangan santri, kitab-kitab lama tidak menjadi benda usang, melainkan sumber hikmah baru yang menumbuhkan kesadaran di tengah masyarakat.

Menimba Cahaya Ilmu di Dayah Athiyah

Dayah Athiyah adalah rumah ilmu tempat santri menapaki dua jalan utama pendidikan: tahfizhul Qur’an dan tafaqquh fiddin melalui pembelajaran kitab kuning. Sejak fajar menyingsing, lantunan ayat suci menggema dari bibir-bibir muda yang penuh semangat. Suara mereka menjadi simfoni indah yang menggugah hati, menegaskan bahwa kemuliaan lahir dari kesungguhan menuntut ilmu.

Santri Dayah Athiyah tidak sekadar menghafal, tetapi juga memahami makna setiap ayat. Mereka belajar tafsir, mendalami bahasa, dan menghayati pesan Allah dalam kehidupan nyata. Menghafal bagi mereka bukan hanya mengingat, tetapi mengikat makna dalam hati dan amal.

Selain itu, para santri juga mendalami kitab karya ulama besar seperti Imam Nawawi dan Abu Syuja’. Dari sana mereka belajar akhlak, adab, fikih, dan tauhid. Rutinitas ini menumbuhkan karakter disiplin, tangguh, dan cinta ilmu.

Dalam kehidupan sehari-hari, karakter itu tampak dari semangat mereka menjaga kebersihan lingkungan, ketaatan dalam shalat berjamaah, dan kebiasaan muraja’ah di waktu senggang. Banyak santri Athiyah yang kemudian menjadi pendidik, imam masjid, dan penggerak sosial di masyarakat-bukti nyata bahwa cahaya peradaban Islam terus menyala melalui amal dan teladan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Hadis ini menjadi motivasi abadi bagi para santri. Di tengah keterbatasan fasilitas, mereka tetap tekun belajar di bawah cahaya remang Seulawah, yakin bahwa setiap huruf yang dipelajari akan menjadi cahaya di dunia dan penolong di akhirat.

Para pendidik di Dayah Athiyah bukan hanya pengajar, tetapi juga pembimbing ruhani. Dengan kesabaran dan kasih sayang, mereka mendidik santri agar matang dalam adab dan akhlak. Hubungan antara pendidik dan murid di Athiyah bukan sekadar formalitas, tetapi ikatan hati yang penuh keberkahan.

Antara Kitab dan Kelas – Harmoni Ilmu Agama dan Umum

Keunikan Pendidikan Dayah Athiyah Seulawah terletak pada perpaduan sistem pendidikan dayah dan sekolah formal. Di satu sisi, santri mendalami kitab kuning dan menghafal Al-Qur’an; di sisi lain, mereka mempelajari sains, matematika, bahasa, dan teknologi.

Perpaduan ini melahirkan generasi yang seimbang: tajam dalam berpikir ilmiah dan dalam dalam spiritualitas. Mereka memaknai ayat-ayat kauniyah (alam semesta) dan ayat-ayat qauliyah (wahyu) secara bersamaan.

Dalam praktiknya, santri Athiyah memanfaatkan teknologi untuk berdakwah, menulis artikel keislaman, dan berbagi inspirasi melalui media digital. Inilah semangat ulul albab, insan yang berpikir dengan akal dan berzikir dengan hati.

Kesederhanaan tetap menjadi ciri khas mereka. Dari asrama sederhana dan sajadah yang basah oleh air mata malam, tumbuh keikhlasan dan semangat untuk terus berjuang. Dari ruang kecil itu, lahir jiwa besar yang siap menerangi dunia dengan ilmu dan akhlak.

Santri dan Tanggung Jawab Peradaban

Peradaban Islam tidak dibangun oleh kemewahan, tetapi oleh ilmu, akhlak, dan ketulusan hati. Sejarah mencatat peran santri dan ulama sebagai pelopor kebangkitan umat, dari Imam Syafi’i hingga Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari.

Santri Dayah Athiyah hari ini meneruskan estafet itu. Mereka aktif menulis, berdiskusi, berorganisasi, dan berkarya. Dalam kegiatan Muhadarah Empat Bahasa, mereka melatih kemampuan berbicara; dalam kegiatan literasi, mereka menulis artikel dan opini yang memancarkan nilai-nilai Islam.

Santri bukan hanya penjaga hafalan, tetapi juga penjaga perasaan sesama. Mereka belajar peka terhadap penderitaan umat, membantu teman yang kesulitan, berbagi makanan, dan terlibat dalam kegiatan sosial.

Baca jugahttps://dayahathiyah.sch.id/maulid-nabi-dan-hari-santri-nasional-2025-di-dayah-athiyah-smp-plus/

Menjadi santri bukan sekadar status, melainkan panggilan jiwa dan amanah peradaban. Mereka sadar, cahaya yang mereka bawa harus terus menyala menerangi keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Penutup – Lentera dari Seulawah

Santri Dayah Athiyah adalah lentera masa depan. Dari Seulawah yang damai, cahaya mereka memancar menembus batas ruang dan waktu. Dari hafalan dan doa lahirlah kekuatan yang mengubah keadaan; dari sujud malam dan bacaan kitab tumbuh keteguhan yang tak mudah goyah oleh zaman.

Mereka adalah generasi Qur’ani yang mencintai ilmu, mencintai tanah air, dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Mereka belajar, berdoa, menulis, dan berjuang bukan untuk pujian, tetapi demi ridha Allah Swt.

Baca Jugahttps://nu.or.id/fragmen/sejarah-hari-santri-XE9hw

Cahaya peradaban Islam akan terus menyala selama masih ada santri yang ikhlas belajar, pendidik yang sabar membimbing, dan hati yang terpaut kepada Allah dan Rasul-Nya.

Semoga santri Dayah Athiyah menjadi penjaga wahyu, penebar kasih, dan pembangun peradaban yang berlandaskan cahaya iman agar dari Seulawah yang sejuk, cahaya itu terus memancar, menerangi bumi, dan menuntun manusia menuju kemuliaan.

Oleh : Muhammad Ikhsan, S. Pd

Search

Blog Lainnya

×

Tuliskan yang ingin Anda cari